Rabu, 12 Mei 2010

SUMBER DAN DALIL HUKUM AGAMA ISLAM YANG DISEPAKATI

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penetapan hukum dalam agama Islam harus didasari dengan pijakan atau alasan yang disebut sumber hukum. Dengan berkembangnya zaman, baik di bidang ekonomi, sosial politik, teknologi dan informasi, adakalanya timbul permasalah-permasalahan baru. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penetapan hukum terhadap masalah tersebut.

Pada zaman Rosulullah SAW, permasalahan yang timbul dapat ditanyakan langsung kepada Nabi SAW sebagai pengemban dan sumber hukum Islam. Namun setelah Nabi wafat, kepada siapa kita bertanya? hanya al-Qur’an dan sunah Nabi SAW yang beliau waritskan.

Dalam makalah ini penyusun akan membahas masalah-masalah tersebut dengan mengemukakan dalildalil al-Qur’an dan sunah.

2. Pembahasan Makalah

Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Sumber Dan Dalil Hukum Agama Islam Yang Disepakati” yang menjadi judul makalah ini.

3. Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan menggunakan metode literature atau kepustakaan yang berhubungan dengan sumber-sumber hukum Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Dan Dalil

1. Pengertian Dalil

Dalam kajian ilmu usul fiqh, para ulama usul mengartikan dalil secara etimologis dengan “sesuatu yang dapat memberikan petunjuk kepada apa yang dikehendaki.” Adapun secara terminologis yang dimaksud dengan dalil hukum ialah “segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan menggunakan pikiran yang benar untuk menentukan hukum syara’ yang bersifat ‘amali, baik secara qot’i maupun secara zanni.

Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya yang disebut dalil hukm ialah: segala sesuatu yang dapat dijadikan landasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam upaya menemukan dan menetapkan hukum syara’ atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Oleh karena itu dalam ber-istinbat (penetapan hukum) persoalan yang mendasar yang harus diperhatikan adalah menyangkut apa yang menjadi dalil yang dapat dipergunakan dalam menetapkan hukum syara’ dari suatu persoalan yang dihadapi.

2. Pengertian Sumber

Terhadap dalil hukum ,ada sebutan lain di kalangan ulama ushul seperti istilah masadir al ahkam,masadir al syari’ah ,masadir al tasyri atau yang diartikan sumber hukum.Istilah-istilah ini jelas mengandung makna tempat pengambilan atau rujukan utama serta merupakan asal sesuatu.Sedangkan dalil atau yang diistilahkan adillat al ahkam,ushul al ahkam,asas al tasyri dan adillat al syariah mengacu kepada pengertian sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk sebagai alasan dalam menetapkan hukum syara.Dalam konteks ini Al Qur’an dan As Sunah adalah merupakan sumber hukum dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti al ijma,al qiyas,dan lain lainnya tidak dapat disebut sebagai sumber kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri sendiri.

Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut dengan dalil hukum adalah dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut dengan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al Quran dan as sunnah. Sebab, keduanya merupakan istilah teknis yang yang dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala sesuatu yang dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat hukum dan dalam prakteknya mencakup Al Quran, as-sunnah dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya. Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah dalil hukum ini terjadi perhatian utama atau dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat penting ketika mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan yang akan ditetapkan hukumnya. Dengan demikian setiap ketetapan hukum tidak akan mempunyai kekuatan hujjah tanpa didasari oleh pijakan dalil sebagai pendukung ketetapan tersebut.

Keberadaan dalil sebagai pijakan yang mendasari suatu ketetapan hukum mutlak harus diperhatikan dan tidak bisa diabaikan. Jika dilihat dari segi keberadaannya, maka dalil dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:

1. Al-Adillah Al-Ahkam Al-Manshushah atau dalil-dalil hukum yang keberadaannya secara tekstual terdapat dalam nash. Dalil-dalil hukum yang dikategorikan kepada bagian ini adalahAl Quran dan as sunnah atau disebut pula dengan dalil naqli.

2. Al-Adillah Al-Ahkam ghoirul Manshushah atau dalil-dalil hukum yang secara tekstual tidak disebutkan oleh nash Al Quran dan as sunnah. Dalil-dalil ini dirumuskan melalui ijtihad dengan menggunakan penalaran ra’yu dan disebut pula dengan dalil aqli.

Adapun dalil-dalil yang dikelompokkan kepada kategori terakhir ini meliputi Ijma, Qiyas, Istihsan, Mashalih Mursalah, Istishab, Urf, Syarun Man Qablana dan Qaul Shahabi. Ijma dan Qiyas hampir seluruh mazhab mempergunakannya, sedangkan dalil-dalil yang keberadaannya menimbulkan perdebatan di kalangan ulama mazhab ushul. Perbedaan ini muncul karena ketika ulama ushul tidak menemukan dalil atau alasan yang mendasari suatu hukumdari Nash, maka mereka menggunakan ra’yu mereka masing-masing dengan rumusan tersendiri.

Atas dasar ini para ulama ushul di berbagai mazhab menyusun dan berpijak pada sistematika istinbat yang mereka susun masing-masing secara berurutan dengan menempatkan dalil-dalil ra’yu setelah Al Quran dan as sunnah.

B. Sumber Hukum Islam

1. Al-Qur’an

a. Pendekatan Etimologi Dan Terminologi

Al-Qur’an menurut etimiologis adalah bacaan, kalamullah, kata al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti membaca dan bentuk masdarnya adalah qur’an yang berarti bacaan. Al-Qur’an dengan makna bacaan dinyatakan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat, antara lain dalam surat al-Qiyamah, al-Baqarah dan lain sebagainya.

Sedangkan Al-Qur’an menurut terminologis adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulallah Muhammad SAW, pedoman hidup bagi setiap muslim dan sebagai kolektor serta penyempurnaan terhadap kitab-kitab Allah sebelunnya yang bernilai abadi dan bernilai ibadah bagi yang membaca, menghapal dan mengamalkannya.

Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat al-Qur’an. Imam al-Ghazali menjelaskan dalam kitab al-Mustasfa min ‘Ilm al-Usul, bahwa hakikat al-Qur’an adalah kalam yang berdiri pada Zat Allah SWT, yaitu salah satu sifat di antara sifat-sifat Allah yang Qadim. Menurut mutakallimin (ahli teologi Islam), hakikat al-Qur’an ialah makna yang berdiri pada Zat Allah SWT. Adapun menurut golongan Muktazilah, hakikat al-Qur’an adalah huruf-huruf dan suara yang diciptakan Allah SWT. yang setelah berwujud lalu hilang lenyap. Dengan pendapat ini kaum Muktazilah memandang al-Qur’an sebagai makhluk (ciptaan) Allah SWT. karena itu, al-Qur’an bersifat baru, tidak qadim.

Sebagai mu’jizat, Al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab masuknya orang-orang Arab di zaman Rosullallah kedalam agama Islam, dan menjadi sebab penting bagi masuknya orang-orang penting sekarang, dan bagi masa yang akan datang.

Mu’zijat menurut Imam as-Suyuti adalah sesuatu diluar kebiasaan yang disertai dengan adanya tantangan. Menurut DR. Muhammad Quraish Shihab sesuatu dinamakan mu’zijat apabila memenuhi 4 unsur yaitu:

1. Suatu hal yang ada di luar kebiasaan

2. Nampak pada diri seorang Nabi

3. Disertai dengan adanya tantangan

4. Sesuatu yang tidak sanggup ditantang orang

Dari segi bahasa, ulama sepakat al-Qur’an memiliki uslub (gaya bahasa) yang tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas) dan balaghah (kefasihan lidah) yang dapat mempengaruhi jiwa pembaca dan pendengarnya yang memiliki rasa bahasa Arab yang tinggi.

Dari segi kandungan isi mu’zijat al-Qur’an dapat dilihat dilihat dari 3 aspek:

1. Merupakan isyarat ilmiah. Al-Qur’an banyak berisi informasi ilmu pengetahuan walaupun hanya dalam bentuk isyarat ilmiah, seperti informasi mengenai ilmu pengetahuan alam. Antara lain dikatakan bahwa bumi dan langit sebenarnya merupakan suatu yang padu dan setelah terpisah dijadikan segala sesuatu yang hidup.

2. Merupakan sumber hukum. Al-Qur’an telah memberikan andil yang kuat dalam pertumbuhan hukum, bahkan al-Qur’an tetap merupakan produk hukum yang ideal hingga masa kini. Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dan pertama dalam agama Islam.

3. Menerangkan suatu ‘ibrah (teladan) dan kabar ghaib, baik yang terjadi pada masa lalu, sekarang maupun yang akan datang. Al-Qur’an mengandung berita-berita tentang hal-hal yang ghaib, seperti surga, neraka, hari kiamat dan hari perhitungan. Selain itu al-Qur’an juga banyak mengungkapkan kisah-kisah para Nabi dan umat masa lampau, seperti kisah Fir’aun, kisah kaum ‘Ad dan Samud, kisah Nabi Yusuf AS. dan Nabi Ibrahim AS. al-Qur’an banyak pula menyinggung masalah-masalah yang belum terjadi di masanya, seperti kemenangan bangsa Romawi.

Ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, meyakinkan kita bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad SAW. yang ummi, yang hidup pada awal abad keenam masehi (571 – 632 M).

Demikian juga dengan ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah tentang kekuasaan Mesir, dapat menberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat –ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa romawi dan lain-lain, menjadi bukti kepada kita bahwa A-Qur’an adalah wahyu Allah SWT. sebagaimana firman-Nya dalam (Q.S. 30;2-4), (Q.S. 5;14)


Al-Qur’an adalah mu’jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan susunan katanya tidak dapat diketemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur namun mudah dimengerti adalah merupakan cirri gaya bahasa al-Qur’an karena gaya bahasa demikian itulah, Umar bin khathab masuk Islam setelah mendengar al-Qur’an awaql surat Thaha yang dibaca adiknya.

Dan al-Qur’an mennyatakan bahwa sebab seseorang yang tidak menerima kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu Illahi adalah salah satu diantara dua sebab, yaitu:

Ø Tidak berfikir dengan jujur dan sungguh-sungguh;

Ø Tidak sempat mendengar dan mengetahui al-Qur’an secara baik.


Sebagai jaminan al-Qur’an itu sebagai wahyu Allah, maka al-Qur’an sendiri menantang setiap manusia, jin dan semua mahluk yang ada di jagat raya ini untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan al-Qur’an.

Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturab hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan mahluk lainnya.

Didalam al-Qur’an terdapat peraturan yang mereka tulis, mereka hafalkan dan sekaligus mereka amalkan.Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar Shidiq, al-Qur’an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri. Dan pada zaman khalifah yang ketiga, Ustman bin Affan, al-Qur’an telah diperbanyak. Dan Alhamdulillah al-Qur’an yang asli sampai saat ini masih ada dan terawatt dengan baik.

Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula usaha-usaha untuk menyempurnakan cara-cara penulisan, penyeragaman bacaan, dalam rangka menghindari adanya kesalahan-kesalahan bacaan maupun tulisan. Karena penulisan al-Qur’an pada masa pertama tidak memakai tanda baca (tanda titik dan harakat), maka al-Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu huruf ‘waw’ yang kecil diatas untuk tanda dhamah, huruf ‘alif’ kecil diatas untuk tanda fathah, ‘alif’ kecil dibawah untuk tanda kasrah, kepala huruf ‘sin’ untuk tanda siddah, kepala ‘ha’ untuk sukun, dan kepala ‘ain’ untuk hamzah.kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang kita saksikan sekarang.

Perkembangan selanjutnya tumbuhlah beberapa macam tafsir al-Qur’an yang ditulis oleh ulama Islam, yang sampai saat ini tidak kurang dari 50 macam tafsir al-Qur’an. Juga telah tumbuh bermacam disiplin ilmu untuk menbaca dan membahas al-Qur’an.

b. Pembahasan Ilmu-ilmu Yang Berhubungan Dengan Al-Qur’an.

Ilmu-ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, antara lain:

1. Ilmu Mawatil Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang tempat-tempat turunnya al-Qur’an.

2. Ilmu Asbabul Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab turunnya al-Qur’an.

3. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu tentang membahas tentang teknik membaca al-Qur’an.

4. Ilmu Wajuh wa Nadhar, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat yang memiliki banyak arti dan makna.

5. Ilmu Amtsalil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan dalam al-Qur’an.

6. Ilmu Aqsamil Qur’qn, yaitu ilmu yang membahas tentang maksud-maksud sumpah Tuhan dalam al-Qur’an.

7. Gharibil Qur’qn, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang asing artinya dalam al-Qur’an.

c. Isi Dan Kandungan Al-Qur’an

Al-Qur’an terdiri dari 114 surat dan 6666 ayat, 91 surat yang turun di Mekkah dan 23 surat lainnya turun di Madinah. Adapula yang berpendapat, 86 surat turun di Makkah dan 28 surat turun di Madinah. Menurut perhitungan ulama Kuffah, seperti Abdurrahman as-Salmi, al-Qur’an terdiri dari 6.236. Menurut as-Suyuti, terdiri dari 6.000 lebih. Sedangkan menurut al-Alusi, menyebutkan bahwa jumlah ayat al-Qur’an sekitar 6.616 ayat. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimah Basmalah pada awal surat dan Fawatih as-Suwar (kata-kata pembuka surat), seperti Yasin, Alif Lam, Mim, dan Ha Mim. Ada yang menggolongkan kata-kata pembuka tersebut sebagai ayat dan ada pula yang tidak menggolongkannya sebagai ayat.

Surat yang turun di Mekkah dinamakan surat Makkiyah, masa turunnya selama 12 tahun, 5 bulan, 13 hari yang dimulai pada tanggal 17 Ramadhan pada saat usia Nabi 40 tahun. Surat Makkiyah umumnya pendek-pendek, menyangkut prinsif kepada manusia. Sedangkan yang turunnya di Madinah dinamakan surat Madaniyah, yang pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan yang lainnya.

Atas inisiatif para ulama, maka kemudian al-Qur’an dibagi-bagi menjadi 30 juz, dalam tiap-tiap juz dibagi-bagi menjadi setengah juz, seperempat juz, makro dan lain sebagainya.

Dari sejumlah ayat yang ada dalam al-Qur’an, 4.726 ayat adalah ayat-ayat Makkiyah. Selebihnya adalah ayat-ayat Madaniyah. Apabila dilihat dari segi kandungan isinya, ayat-ayat Makkiyah, yang merupakan tiga perempat dari isi al-Qur’an, pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan baik dan jahat, pahala bagi orang yang beriman dan beramal shaleh, siksaan bagi orang yang kafir dan durhaka, kisah-kisah para Rosul dan Nabi, cerita dari umat terdahulu, dan berbagai perumpamaan untuk dijadikan teladan dan ibarat. Adapun ayat-ayat Madaniyah pada umumnya menjelaskan hal-hal yang erat hubungannya dengan hidup kemasyarakatan atau masalah-masalah muamalah, antara lain hukum-hukum yang berkenaan dengan perkawinan, waris, perjanjian dan perang.

Secara keseluruhan, isi al-Qur’an dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) pembahasan pokok, yaitu:

1. Pembahasan mengenai prinsif-prinsif akidah (keimanan)

2. Pembahasan yang menyangkut prinsif-prinsif ibadah

3. Pembahasan yang menyangkut prinsif-prinsif syariat

d. Nama-nama Al-Qur’an.

Nama-nama al-Qur’an pada umumnya telah dijelasdkan dalam al-Qur’an itu sendiri, berikut ini nama-nama al-Qur’an dan ayat yang menyebutkannya.

1. Al-Kitab : tulisannya lengkap

2. Al-Furqan : memisahkan yang hak dan yang bathil.

3. Al-Mau’idah : nasihat

4. Al-Hikmah : kebijaksanaan

5. Al-Khair : kebaikan

6. Al-huda : yang memimpin

7. Al-Hukmu : keputusan

8. Asy-Syifa : obat

9. Adz-Dzikru : peringatan

10. Ar-Ruh : ruh

11. Al-Muththaharah : yang disucikan

e. Nama-nama Surat Al-Qur’an.

Susunan surat-surat al-Qur’an yang ada sekarang berdasarkan kepada bacaan Nabi setelah melaksanakan haji wada adalah sebagai berikut:

No. Surat

Nama Surat

Arti Surat

Jenis Surat

Jumlah Ayat

1.

Al-Fatihah

Pembukaan

Makkiyah

7

2.

Al-Baqarah

Sapi betina

Madaniyah

286

3.

Ali Imran

Keluarga Imran

Madaniyah

200

4.

An-Nisa’

Wanita

Madaniyah

176

5.

Al-Ma’idah

Hidangan

Madaniyah

120

6.

Al-An’am

Binatang ternak

Makkiyah

165

7.

Al-‘Araf

Tempat tinggi

Makkiyah

206

8.

Al-Anfal

Rampasan perang

Madaniyah

75

9.

At-Taubah

pengampunan

Madaniyah

129

10.

Yunus

Nabi Yunus

Makkiyah

109

11.

Hud

Hud

Makkiyah

123

12.

Yusuf

Nabi Yusuf

Makkiyah

111

13.

Ar-ra’d

guruh

Madaniyah

43

14.

Ibrahim

Nabi Ibrahim

Makkiyah

52

15

Al-Hijr

batu gunung

Makkiyah

99

16.

An-Nahl

lebah

Makkiyah

128

17.

Al-Isra

perjalanan malam hari

Makkiyah

111

18.

Al-Kahfi

gua

Makkiyah

110

19.

Maryam

Siti maryam

Makkiyah

98

20.

Thaha

Thaha

Makkiyah

135

21.

Al-Anbiya

Para nabi

Makkiyah

112

22.

Al-Hajj

haji

Madaniyah

78

23.

Al-Mu’minun

Orang yang beriman

Makkiyah

118

24.

An-Nur

cahaya

Madaniyah

64

25.

Al-furqan

pembeda

Makkiyah

77

26.

Asy-syu’ara

Para penyair

Makkiyah

277

27.

An-Naml

semut

Makkiyah

93

28.

Al-qashosh

Cerita-cerita

Makkiyah

88

29.

Al-Ankabut

Laba-laba

Makkiyah

69

30.

Ar-Ruum

Bangsa romawi

Makkiyah

60

31.

lukman

lukman

Makkiyah

34

32.

As-Sajdah

sujud

Makkiyah

30

33.

Al-Ahzab

Golongan yang bersekutu

Madaniyah

73

34.

Saba’

Kaum saba’

Makkiyah

54

35.

Fathir

pencipta

Makkiyah

45

36.

Ya Sin

Ya sin

Makkiyah

83

37.

Ash-Shafat

Yang bershaf

Makkiyah

182

38.

Shod

Shod

Makkiyah

88

39.

Az-Zumar

rombongan

Makkiyah

75

40.

Al-Mu’min

Orang yang beriman

Makkiyah

85

41.

Fushshilat

Yang dijelaskan

Makkiyah

54

42.

Asy-Syura

Musyawarah

Makkiyah

53

43.

Az-Zukhruf

Perhiasan

Makkiyah

89

44.

Ad-Dukhon

Kabut

Makkiyah

59

45.

Al-Zatsiah

Yang berlutut

Makkiyah

37

46.

Al-Akhqaf

Bukit-bukit pasir

Makkiyah

35

47.

Muhammad

Nabi Muhammad

Makkiyah

38

48.

Al-Fath

Kemenangan

Madaniyah

29

49.

Al-Hujarat

Kamar-kamar

Madaniyah

18

50.

Qaf

Qaf

Makkiyah

45

51.

Adz-Dzariat

Angin yang menerbangkan

Makkiyah

60

52.

At-Thur

Bukit

Makkiyah

49

53.

An-Najm

Bintang

Makkiyah

62

54.

Al-Qamar

Bulan

Makkiyah

55

55.

Ar-Rahman

Yang maha pemurah

Makkiyah

78

56.

Al-Waqi’ah

Hari kiamat

Makkiyah

96

57.

Al-Hadid

Besi

Madaniyah

29

58.

Al-Mujadalah

Wanita yang menggugat

Madaniyah

22

59

Al-Hasyr

Pengusiran

Madaniyah

24

60.

Al-Mumtahanah

Wanita yang diuji

Makkiyah

13

61.

Ash-Shaff

Barisan

Madaniyah

14

62.

Al-Jumu’ah

Hari jum’at

Madaniyah

11

63.

Al-Munafiqun

Orang-orang munafik

Madaniyah

11

64.

At-Taghabun

Hari dinampakan kesalahan

Madaniyah

18

65.

Ath-Thalak

Talak

Madaniyah

12

66.

At-Tahrim

Mengharamkan

Madaniyah

12

67.

Al-Mulk

Kerajaan

Makkiyah

30

68.

Al-Qalam

Kalam

Makkiyah

52

69.

Al-Haqqah

Hari kiamat

Makkiyah

53

70.

Al-Ma’arij

Tempat-tempat naik

Makkiyah

44

71.

Nuh

Nabi Nuh

Makkiyah

28

72.

Al-Jinn

Jin

Makkiyah

28

73.

Al-Muzzammil

Orang yang berselimut

Makkiyah

20

74.

Al-Muddatsir

Orang yang berkemul

Makkiyah

56

75.

Al-Qiamah

Hari kiamat

Makkiyah

40

76.

Al-Insan

Manusia

Makkiyah

31

77.

Al-Mursalat

Malaikat-malaikat yang diutus

Makkiyah

50

78.

An-Naba’

Berita besar

Makkiyah

40

79.

An-Nazi’at

Malaikat-malaikat yang mencabut

Makkiyah

46

80.

‘Abasa

Yang bermuka masam

Makkiyah

40

81.

At-Takwir

Menggulung

Makkiyah

29

82.

Al-Infithar

Terbelah

Makkiyah

19

83.

Al-Muthaffifin

Orang-orang yang curang

Makkiyah

36

84.

Al-Insyiqaq

Terbelah

Makkiyah

25

85.

Al-Buruj

Gugusan bintang

Makkiyah

22

86.

Ath-Thariq

Yang dating di malam hari

Makkiyah

17

87.

Al-‘A’la

Yang paling tinggi

Makkiyah

1

88.

Al-Ghasyiyah

Hari pembalasan

Makkiyah

26

89.

Al-Fajr

Fajar

Makkiyah

30

90.

Al-Balad

Negeri

Makkiyah

20

91.

Asy-Syams

Matahari

Makkiyah

15

92.

Al-Layl

Malam

Makkiyah

21

93.

Adh-Dhuha

Waktu matahari sepenggalahan naik

Makkiyah

11

94.

Al-Insyirak

Melapangkan

Makkiyah

8

95.

At-Tin

Buah tin

Makkiyah

8

96.

Al-‘Alaq

Segumpal darah

Makkiyah

19

97.

Al-Qadr

Kemuliaan

Makkiyah

5

98.

Al-Bayyinah

Bukti

Makkiyah

8

99.

Al-Zalzalah

Kegoncangan

Makkiyah

8

100.

Al-Adiyat

Kuda perang yang berlari kencang

Makkiyah

11

101.

Al-Qari’ah

Hari kiamat

Makkiyah

11

102.

At-Takatsur

Bermegah-megahan

Makkiyah

8

103.

Al-‘Ashr

Masa

Makkiyah

3

104.

Al-Humazah

Pengumpat

Makkiyah

9

105.

Al-Fil

Gajah

Makkiyah

5

106.

Al-Quraisy

Suku quraisy

Makkiyah

4

107.

Al-Ma’un

Barang-barang yang berguna

Makkiyah

7

108.

Al-Kautsar

Nikmat yang banyak

Makkiyah

3

109.

Al-Kafirun

Orang-orang kafir

Makkiyah

6

110.

An-Nashr

Pertolongan

Madaniyah

3

111.

Al-Lahab

Gejolak api

Makkiyah

5

112.

Al-Ikhlas

Memurnikan ke-esaan Allah

Makkiyah

4

113.

Al-Falaq

Waktu subuh

Makkiyah

5

114.

An-Nas

manusia

Makkiyah

6

2. As-Sunnah (Al-Hadits)

a. Pengertian

Secara etimologis hadits dapat diartikan: baru, tidak lama, ucapan, pembicaraan, cerita. Menurut ahli hadits: segala ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW. atau segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. berupa ucapan, perbuatan, takrir, maupun deskripsi sifat-sifat Nabi SAW. Menurut ahli usul fiqh: segala perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi SAW yang bersangkut-paut dengan hukum.

Istilah lain untuk sebutan hadits ialah sunah, kabar dan asar. Menurut sebagian ulama, cakupan sunah lebih luas karena ia diberi pengertian segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, maupun pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup dan baik itu terjadi sebelum masa kerasulan maupun sesudahnya. Selain itu titik berat penekanan sunah adalah kebiasaan normatif Nabi SAW.

Kabar yang berarti berita atau warta, selain dinisbatkan kepada Nabi SAW, bias juga kepada sahabat dan tabi’in. dengan denikian kabar lebih umum dari hadits karena termasuk di dalamnya semua riwayat yang bukan dari Nabi SAW. asar yang juga sebagai nukilan, lebih sering digunakan untuk sebutan bagi perkataan sahabat Nabi SAW, meskipun kadang-kadang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Dalam lingkup pengertian yang sudah dijelaskan, kata “tradisi” juga dipakai sebagai padanan kata hadits.

Perbedaan pengertian yang diberikan tentang hadits dan tentang pengertian kata yang semaksud dengannya (sunah, kabar, asar) disebabkan adanya perbedaan sudut pandang para ulama dalam melihat Nabi Muhammad SAW dan peri kehidupannya. Ulama hadits melihat Nabi SAW sebagai pribadi panutan umat manusia. Ulama usul fiqh melihatnya sebagai pengatur undang-undang dan pencipta dasar-dasar untuk berijtihad. Sedangkan para fukaha (ahli fiqh) melihatnya sebagai pribadi yang seluruh perbuatan dan perkataannya menunjuk pada hukum agama (syara’). Perbedaan sudut pandang tersebut membawa pengertian hadits pada perbedaan pengertian, baik yang memberi penekanan yang amat terbatas dan tertentu, maupun yang memahaminya dengan cakupan yang lebih luas asal saja itu dinukilkan dari Nabi SAW.

Istilah hadits juga dikenal dalam teologi Islam. Dalam bidang ini kata hadits (jamaknya hawaadits) digunakan untuk pengertian suatu wujud yang sebelumnya tidak ada atau sesuatu yang tidak azali/tidak kekal.

b. Jenis Hadits Berdasarkan Sumbernya

Dilihat dari segi sumbernya, hadits dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

1. Hadits Qudsi

2. Hadits Nabawi

Hadits qudsi, yang juga disebut dengan istilah hadits Ilahi atau hadits Rabbani, adalah suatu hadits yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian Nabi SAW menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT. dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang maknanya berasal dari Allah SWT, sedangkan lafalnya berasal dari Nabi Muhammad SAW. sedangkan hadits Nabawi yaitu hadits yang lafal dan maknanya berasal dari Nabi SAW sendiri.

c. Macam-macam Sunah (hadits)

Sunah atau hadits dapat dibagi kepada beberapa macam, yaitu:

Ø Ditinjau dari segi bentuknya

1. Fi’li yaitu perbuatan Nabi

2. Qauli yaitu perkataan Nabi

3. Taqriri yaitu perbuatan sahabat Nabi yang disaksikan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak menegurnya.

Ø Ditinjau dari segi orang yang menyampaikannya

1. Hadits Mutawatir

2. Hadits Mansyur

3. Hadits Ahad

Ø Ditinjau dari segi kualitasnya

1. Hadits Shahih

2. Hadits Hasan

3. Hadits Dlo’if

4. Hadits Maudlu

Ø Ditinjau dari segi orang yang berperannya

1. Hadits Marfu

2. Hadits mauquf

3. Hadits Maqtu

Ø Ditinjau dari segi jenis, sifat, redaksi dan lainnya

1. Hadis Mu’an’an

2. Hadits Mu’anna

3. Hadits Awamir

4. Hadits Nawahi

5. Hadits Munqathi

d. Kitab-kitab Hadits

Para ulama pada umumnya menerima 6 (enam) kitab hadits sebagai kitab standar. Keenam kitab tersebut dinamakan al-Kutub as-Sittah atau al-Kutub as-Shihhah. Secara berturut-turut peringkat al-Kutub as-Sittah adalah:

1. Shahih al-Bukhari, memuat 7.275 hadits, merupakan hasil saringan dari 600.000 hadits.

2. Shahih Muslim, memuat 4.000 hadits, hasil saringan dari 300.000 hadits.

3. Sunan Abi Dawud, memuat 4.800 hadits, hasil saringan dari 500.000 hadits

4. Sunan at-Tirmizi.

5. Sunan an-Nasa’i, memuat 5.761 hadits.

6. Sunan Ibn Majah.

e. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Kedudukan hadits terutama sebagai sumber hukum Islam, sejak zaman yang masih dini sudah dipersoalkan. Imam Syafi’i yang digelari Nashir al-Hadits (pembela hadits), pernah menyebutkan adanya pendapat yang menolak hadits, mereka enggan mengamalkannya atau bahkan menolak dengan dalih bahwa al-Qur’an sudah cukup sebagai sumber yang bersifat universal dan umum.

Ulama-ulama yang menempatkan kedudukan hadits pada tingkat kedua setelah al-Qur’an mendasarkan pendiriannya atas dalil-dalil al-Qur’an yakni dalam (Q.S. 59;7), (Q.S. 3;132), (Q.S. 24;63).

BAB III

KESIMPULAN

Hukum merupakan efek yang timbul dari perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Hukum juga merupakan khitab atau perintah Allah SWT yang menuntut mukallaf untuk mengerjakan atau memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu menjadi sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain.

Adapun pembagian hukum syara’ adalah sebagai berikut:

1. Ijab (wajib)

2. Mandub (sunah)

3. Makruh

4. Mubah

5. Haram

Dalam perdebatan para ulama untuk menetapkan hukum Islam, jika ada pendapat yang diajukan tanpa landasan hukum, maka fatwa hukum yang dihasilkan dituduh tahakkum (menentukan hukum sendiri tanpa dalil) atau tasyri bi al-hawa (menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu atau secara subjektif). Oleh sebab iu dalam kitab-kitab fiqh disebutkan bahwa setiap pendapat yang dikemukakan senantiasa dibarengi dengan hujjah.

Hujjah bisa berupa ayat al-Qur’an, hadits Nabi SAW, dan sebagainya. Biasanya seorang mujtahid, dalam mengemukakan hujjah, tidak cukup hanya menggunakan salah satu dalil saja, misalnya al-Qur’an saja, tetapi menyertakan hadits-hadits Nabi SAW, ijma’, qiyas dan lain sebagainya. Namun ijma’ qiyas dan yang lainya sifatnya hanyalah sebagai hujjah pendukung bagi ayat al-qur’an dan hadits-hadits yang dikemukakan.

Al-Qur’an dan sunah sebagai sumber hukum Islam yang utama harus senantiasa dipegang oleh seseorang yang mengemukakan pendapatnya. Artinya, hujjah yang dikemukakan untuk mendukungnya atau menetapkan suatu hukum dalam Islam harus didasarkan kepada al-Qur’an dan sunah. Ijma, qiyas dan metode penetapan hukum lainnya yang dianut oleh berbagai mazhab tidak dapat berdiri sendiri tanpa didasarkan kepada kedua sumber hukum Islam tersebut.

Hujjah atau dalil yang disepakati para ulama dalam menetapkan hukum Islam adalah:

1. Al-Qur’an

2. As-Sunah (hadits)

3. Ijma’

4. Qiyas

Adapun istihsan, al-maslahah al-mursalah, ‘urf, sad az-zari’ah, istishab dan sebagainya, adalah hujjah yang tidak disepakati oleh seluruh ulama.







DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 1971. Al-Qur’an dan terjemahnya: Jakarta

Quraisy Syihab, 2005, Tafsir Al-Misbah

Abdullah, sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jambi : Sinar Grafika.

Bakry Nazar. 2003. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada..

Fathurrahman. 1992. Musthalahul Hadits. Jakarta : Wacana Ilmu.
Karim, Syafi’i. 2001. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung : Pustaka setia.
Khallaf, Abdul Wahab. 1972. Fi Ulumil ushul Fiqih. Kairo : Maktabah Da’wah Islamiyah.

Hakim, Abdul Hamid. t.t. Mabady Awaliyah. Jakarta : Sa’adiyah Putra


1 komentar:

  1. ARTIKEL Ini membantu saya dalam memahamisumber dan dalil hukum agama islam... tanks ya semoga ilmunya bermanfaat

    BalasHapus